Rabu, 13 Juli 2011

cerpen pertamaku

Pertama kali yang mau aku tulis adalah pemberitahuan, kalau ini cerpen pertamaku, pasti banyak kekurangannya, tolong jangan protes dulu. Baca sampai habis, dan ambil pesan yang kusampaikan. Semoga bermanfaat, makasih udah ngeluangin waktu buat baca, apresiasi adalah dukungan terbaik untuk seorang seniman.
Dan maaf, sebenarnya ini bacaan yang nggak layak, semoga kalian nggak muntah abis baca tulisan ini. :)


Aiueo oeuiA


“Pinjem laporan lo dong Put”
“Ini kak.”
Jatuh cinta memang unik, beberapa harus rumit, beberapa memang bisa datang lewat kesederhanaan. Seperti sebuah transaksi pinjam meminjam laporan praktikum di sebuah laboratorium kedokteran hewan IPB.
Lewat kesederhanaan itulah pertama kalinya Radit merasakan ada yang menggelitik diafragmanya saat menatap wajah bulat Putri dengan hiasan kacamata, dia manis, setidaknya itu pertama kali kesan yang di dapat Radit. Perasaan yang sangat menganggu, coba ia tepis perasaan yang ia anggap hanya permainan kekaguman itu.
Sementara Putri, tak ada sedikitpun getar yang ia rasakan. Hatinya telah tertutup untuk orang lain. Ia telah memutuskan untuk menambatkan hatinya kepada seorang kakak angkatan, walaupun cowok itu tak kunjung mengungkapkan perasaannya secara nyata. Tapi Putri rela untuk menunggu, karena ia tidak sedang buru-buru.
000
Witing tresno jalaran soko kulino.
Peribahasa jawa yang mungkin sudah ada sejak pulau Jawa dihuni manusia, peribahasa yang kebenarannya tak perlu lagi diuji, hanya perlu diyakini.
Radit, mahasiswa kedokteran hewan angkatan 45. Tahun lalu cuti karena ia sedang menyeleseikan proyek besar. Sekarang dia melunasi jatah semester tiga yang dia biarkan terbengkalai, artinya, dia harus menjalani kuliah bareng anak-anak angkatan 46, adik angkatannya. Baginya ini adalah tempat yang aneh, tak ada satupun anak yang dikenal, beda umur baginya sama artinya dengan beda jalan pikir, perlu adaptasi lagi.
Hari demi hari, berjalan sangat lambat bagi Radit, ia merasa bisa jalan lebih cepat daripada waktu. Ia bosan, jengah dengan keadaan yang sama sekali tidak memberinya kebahagiaan. Setiap hari dikelas selalu saja sama, hanya ada dirinya, dosen membosankan, dan kesepian.
Di saat ia benar-benar ingin menyerah, ia kenal dengan seorang cewek ceplas-ceplos, tawa lepas, dan suka nyolot tapi cengeng. Satu-satunya yang menguatkannya disaat ia seharusnya hancur, cewek yang juga membuatnya tertarik untuk masuk ke dunia barunya. Sesuatu yang tidak ia dapatkan dari orang sekitarnya, bahkan tidak dari kekasihnya.
Semakin ia mengenal Putri, frekuensi perasaan menggelitik diafragma lebih sering muncul. Ia sudah punya kekasih, tak mungkin bila harus menyakiti kekasih dan seenak hatinya memilih Putri sebagai pengganti. Perasaan itu ia coba buang jauh-jauh, namun entah kenapa perasaan itu jauh lebih kuat dari dirinya sendiri, perasaan itu terus saja kembali setiap kali ia bertemu dengan Putri, menatap matanya, mendengar suaranya, dan menikmati tawanya. Pertemuan demi pertemuan telah membuat perasaan itu tumbuh semakin besar, seperti sebuah zat kimia yang bila diberi pereaksi berlebih akan membuat endapan mencolok. Ia akhirnya mengaku, ia rindu, tapi dia ragu dengan keadaan, apakah semesta akan bekerja sama dengannya untuk melarutkan rindu? Ia hanya ingin bertemu. Ia rindu, tapi ia takut, ia tahu perasaan rindu yang sudah akut akan segera melahirkan sesuatu yang lebih besar lagi daripada sekedar kagum, rindu itu akan melahirkan cinta. Dia hanya ingin bertemu.
000
Putri, mahasiswi yang mendamba kedokteran gigi tapi tersesat ke sebuah institut yang concern ke masalah pertanian. Tapi setidaknya ia akan tetap lulus dengan gelar dokter, walaupun ada embel-embel kata hewan yang membuntuti gelar dokternya. Ia sadar, cinta tak pernah salah, kapanpun waktunya, dimanapun tempatnya, dan dengan siapa ia jatuh cinta.
Seorang asisten praktikum telah membiusnya dengan perasaan yang telah lama ia rindukan, rasa suka. Ia telah jatuh ke dalam perhatian kak Irfan, asisten praktikum biokimianya. Ia semakin menikmati hari-hari dimana ia bisa tersenyum-senyum sendiri hanya dengan imaji yang melukiskan kak Irfan, menikmati ia tersipu malu diantara curi-curi pandang wajah kak Irfan, menikmati saat ia diam membisu ketika kak Irfan mengajaknya bicara. Putri tentu bisa menebak perasaan apa yang sedang ia rasakan saat ini, perasaan sama yang ia rasakan beberapa kali dengan orang yang berbeda dulu. Tak salah lagi, ini adalah perasaan jatuh cinta.
Putri jatuh cinta dengan kak Irfan.
000
Radit sudah capek dengan kehidupannya yang begitu-begitu saja. Semakin hari hidupnya semakin berantakan, kuliahnya tak beraturan, dan parahnya antara ia dan Tuhan pun semakin berjauhan. Ia lelah, ia ingin berubah, ia memiliki niat tapi tak memiliki kekuatan, lebih tepatnya ia tidak punya seseorang yang menguatkan. Ina, kekasihnya memang sering mengingatkannya sholat, menasehati kebiasaan buruk Radit. Tapi Radit hanya menganggapnya angin lalu, Ina setali tiga uang dengannya, Ina hanya pandai bicara dan menasehati, tapi ia tak pernah memberi contoh yang konkrit untuk Radit. Radit tidak hanya butuh nasehat atau sekedar alarm sholat, ia butuh seseorang yang juga memberi contoh karena ia tak tahu arah, ia juga butuh seseorang yang mau berjalan beriringan dengannya, menggandeng tangannya tanpa lelah, ia butuh teman dalam perjalanan yang ingin ia tempuh.
Ina tak lagi menjadi prioritas utamanya saat ini, ia bosan. Ina terlalu membuat Radit menunggu lama, menunggu kesiapan Ina menjadi teman perjalanannya. Radit memutuskan kembali membuka hatinya yang sudah sesak dengan kasih sayang Ina. Ia mulai mencari, dan kini ia menemukan pribadi yang sangat dia butuhkan saat ini, ia menemukan Putri. Tapi sayang semesta tak mau bekerja sama dengannya. Ia harus menelan kenyataan pahit bahwa Putri menyukai kak Irfan, kak Irfan juga sebaliknya, di sisi lain, Ina semakin memberikan perhatian yang lebih kepadanya. Kenyataan yang sangat menyebalkan baginya.
000
Semakin hari hubungan Putri dengan kak Irfan tak lagi berjarak. Ia kini memutuskan untuk memberikan tempat khusus yang telah lama ia kunci rapat-rapat, tempat yang sangat sensitif, ia memberikan ruang hatinya untuk kak Irfan isi.
Hari-hari dibogor sekarang tak hanya diisi panas matahari dan dinginnya hujan, sekarang ada sejuknya musim semi yang melengkapi hari-hari Putri. Kesejukan itu ia dapatkan dari kak Irfan.
Perhatian kak Irfan benar-benar membuat Putri luluh. Ia menyukai saat kak Irfan komat-kamit mengajari biokim yang menyebalkan, menyukai saat kak Irfan meledeknya dan ia balas meledek, menyukai saat tertawa, menyukai saat jalan bareng, menyukai saat mereka berhadapan sambil mengunyah makanan, Putri sangat menyukai kebersamaan ini, ia sangat ingin segera ada yang menemukan alat untuk membekukan waktu, sehingga ia tak perlu berlalu dari saat-saat seperti ini, ia hanya ingin kak Irfan, kebersamaan dengannya dan waktu yang membeku.
Sayang, waktu terus saja berlalu tanpa mau tahu….
000
Hubungan Radit dan Ina kini telah memiliki celah, sadar ataupun tidak, celah itu terus saja membesar bermetamorfosis menjadi sebuah lubang. Radit merasa tak sanggup bila harus terus seperti ini, ia harus bicara jujur ke Ina, tapi untuk sekarang ia tak tahu bagaimana cara mengatakannya dan kapan waktu yang tepat untuk mengatakannya.
Melihat kedekatan Putri dengan kak Irfan sedikit membuatnya sesak. Ia jenuh dengan Ina, dan ingin mendekati Putri, tapi ada seseorang yang menjadi penghalang. Sebenarnya kak Irfan tak pernah menghalangi Radit untuk mendekati Putri, tapi Radit merasa tak enak mengganggu kebahagiaan Putri yang begitu nyaman dengan kak Irfan.
Terkadang saat rindu membuat detak jantungnya berpacu, ia ingin mengatakan perasaannya tepat didepan Putri, tapi ia belum memiliki keberanian seperti itu. Ia hanya akan tersenyum malu-malu dengan berdialek bahasa orang gagu. Ia ingin menunjukkan perasaannya tapi ia takut, takut Putri illfeel, takut Putri malah akan menjauhinya, takut Putri akan menolaknya mentah-mentah, takut menarik Putri sebagai orang ketiga dalam hubungannya yang hanya menunggu waktu untuk hancur. Ia takut….
Rasa takutnya melebihi keberanian dirinya….
000
Waktu memang tak punya perasaan. Ia berlalu begitu saja dengan cepat, membuat Putri khawatir apakah kebersamaan dengan kak Irfan akan juga cepat berlalu seperti sang waktu?
Semester tiga sebentar lagi berakhir, hanya menunggu ujian dan semester empat akan datang menjemput, mengajak beradu lagi, terus berjibaku dengan praktikum, tugas, jurnal, laporan dan segunung aktifitas lainnya, membuatnya merindukan liburan panjang.
Putri belajar menerima keadaan. Ia rela bila memang harus menjalani semester berikutnya kembali hanya dengan sahabat-sahabatnya. Ia kini berusaha menyiapkan hati, bila ternyata memang kekhawatirannya menjadi kenyataan.
000
Perasaan memang sangat sulit untuk ditutupi, butuh hati yang sangat lapang untuk menyembunyikannya dibalik tingkah laku yang menggambarkan perasaan itu. Banyak teman yang akhirnya bisa membaca dengan jelas perasaan Radit kepada Putri. Pesan-pesan burung berkelebatan antar anak 45 dan 46 yang akhirnya sampai juga ditelinga Putri.
Tapi Putri menyangkal semua perkataan anak-anak. Wajar bila Putri ragu karena Radit sangat pasif untuk mengungkapkan perasaannya. Putri tak pernah sekalipun menangkap isyarat yang menggambarkan perasaan Radit kepadanya. Putri tak ragu, tapi ia yakin kalau perasaan Radit kepadanya hanyalah omong kosong anak-anak.
000
Kekhawatiran Putri kini jadi kenyataan. Kak Irfan mulai jauh darinya, walaupun masih sanggup untuk dijangkau, tapi jarak ini mulai melahirkan kekhawatiran baru, ia khawatir kak Irfan tak bisa lagi bersikap seperti dulu, begitu juga dengannya, ia juga khawatir perasaan yang merah merona ini akan menjadi semu abu-abu. Ia khawatir akan kehilangan kebahagiaan bersama kak Irfan.
Waktu tetap saja berlalu tanpa mau tahu. Kekhawatiran-kekhawatiran baru itu akhirnya menjadi kenyataan-kenyataan baru. Kak Irfan kini tak bisa lagi dijangkau seperti waktu dulu.
Ikhlas, hanya itu yang Putri tahu sanggup membuat hatinya lebih lega. Mengikhlaskan kak Irfan pergi, menerima kenyataan, dan masih berharap semoga Tuhan mengijinkan ia kembali menikmati kebahagiaan itu, entah kapan, dia akan menunggu.
Kak Irfan pergi tanpa pernah menyatakan perasaannya secara nyata….
000
Hubungan Radit dan Ina tak bisa lagi diselamatkan. Radit tak sanggup lagi menunggu sampai Ina siap, karena waktu terus saja berlalu tak pernah peduli apakah manusia siap menerima esok hari. Radit mulai sadar ia mulai kehabisan waktu, dan ia tak mau menjalani sisa waktunya hanya untuk menunggu.
Di antara deretan nama yang tertulis rapi di daftar nomer telepon BBnya, ia sejak beberapa menit yang lalu terus menatap sebuah nama di layar nya. Putri. Nama yang selalu ia rindukan untuk bertemu, nama yang ia harapkan mau menemaninya menjadi mahasiswa yang lebih baik. Deretan huruf telah tertulis, hanya tinggal memencet send agar kata-kata itu sampai di nomer yang dituju, tapi degup jantung yang terus berpacu membuatnya gelisah, juga merasa benci, karena perasaan inilah setiap hal dari dirinya seolah harus terlihat sempurna bila ditujukan untuk Putri. Deretan huruf itu ia hapus, lalu ia mengetik deretan huruf yang baru, menunggu, membacanya berkali-kali, merasa kurang sempurna, ia hapus lagi, dan ia ketik lagi, terus saja begitu. Sejam berlalu, ia sadar kesempurnaan itu hanya milik Tuhan, semua kata manis yang telah tertulis mesra buru-buru ia hapus, menggantinya dengan sebuah kalimat tanya sederhana untuk Putri.
“Malem Put, eh, lo besok magang dimana?”
Lima menit kemudian, pesan yang ditunggu melompat-lompat dilayar BBnya.
“Malem juga kak, gue besok magang ke Bandung, kenapa kak? Kakak sendiri mau magang dimana?”
Menulis balasan sesederhana inipun masih perlu waktu yang cukup lama.
“Gapapa, nanya doang, gua kayaknya juga mau magang di Bandung sama kayak lo.”
Sepertinya semesta mulai mendengarkan keinginan Radit yang diselipkan dalam doa pengantar tidurnya. Dia berdoa, ya baru kali ini ia kembali dekat dengan Tuhan, berdoa hanya untuk Putri.
Akhirnya dia memiliki harapan lagi...pada Putri.
000
Besok Putri akan berangkat ke Bandung, pergi menimba ilmu baru dalam skenario kehidupan baru yang dikemas dalam kegiatan magang. Bagi yang pergi pasti akan meninggalkan. Ia akan meninggalkan kenangan bersama kak Irfan di Bogor. Ia akan pergi, melepaskan ketergantungan kepada kak Irfan, menetralkan kadar rindu yang terus saja mengganggu, meluruhkan semua perasaan cinta untuk kak Irfan, berdoa agar segera ia dapatkan kebahagiaan baru.
Saat keberangkatannya, ia menghela nafas panjang, memandang jauh ke dalam dunia memori, memutar kembali satu persatu layar yang sedang memfilmkan kebersamaan dengan kak Irfan, canda, tawa, curhat, kesedihan, semuanya seolah kembali. Lalu, satu tarikan nafas berikutnya menyadarkannya bahwa kak Irfan boleh saja pergi, tapi memori ini akan terus ada selama ia tak membuangnya ke keranjang sampah di dalam kamar kosnya.
Satu tarikan nafas terakhir membuatnya merasa lebih kuat untuk berkata,
“Sekarang saatnya pergi….”
000
Perpisahan ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Walaupun benci, tapi Radit mengakui bahwa ia masih memiliki ketergantungan pada Ina. Cinta memang candu. Ketika Ina memintanya kembali, tanpa pikir panjang ia menyanggupi permintaan itu.
Tapi, Radit tak sanggup menutupi perasaannya kepada Putri, ia juga tak kuasa untuk berbohong kepada Ina tentang perasaannya kepada Putri. Akhinya Ina pun bisa membaca kejujuran perasaan Radit, tapi tetap saja ia tak mau melepas Radit begitu saja. Ia tetap ingin bersama Radit walaupun harus terus waspada dengan apapun tindakan Radit mengenai perasaannya.
Radit pergi ke Bandung dengan wanti-wanti dari Ina agar tidak macam-macam selama di sana, terlebih lagi mereka berdua magang di tempat yang sama, kebun binatang Taman Sari.
Bagi Radit, ini bisa berarti kebahagiaan karena akhirnya ia bisa dekat dengan Putri, mendekati Putri, untuk mengenalnya lebih jauh, atau mungkin ia akan berusaha mengumpulkan keberaniannya untuk mengungkapkan perasaan yang telah lama ia pendam.
000
Putri magang shift pagi sementara Radit magang shift siang. Mereka memang tak pernah bertemu saat bekerja. Tapi sehabis selesai tugas, Putri dan teman-temannya tak langsung pulang, terkadang ia masih main-main di kebun binatang.
Di Bandung, Radit hanya kenal Putri, jadi kemana-mana dia sama Putri. Tapi tak hanya berdua, bareng juga sama teman-teman Putri. Bagi Putri semuanya biasa aja, tapi bagi Radit, ini adalah sebuah kesempatan, untuk menunjukkan semua rasa yang dia simpan khusus untuk Putri.
Pernah suatu hari, Putri, Radit dan anak-anak maen sampai subuh tiba. Emang dasar niatnya ke Bandung bukan buat magang tapi untuk merefresh otak setelah ujian, jadi mereka sebenarnya hanya menggunakan magang sebagai alibi hura-hura. Ina tahu kejadian ini, ia dan Radit bertengkar lagi. Bertengkar hebat.
000
Semakin sering Radit jalan bareng Putri, semakin ia mengenalnya. Membuatnya semakin yakin, kalau selama ini memang Putri, orang yang dia harapkan sanggup menemani perjalanannya. Putri telah menjadi tonggak harapan, menjadi cewek yang benar-benar istimewa. Radit lelah menunggu, menunggu Ina siap berjalan berdampingan dengannya, lelah menunggu saat yang tepat untuk mengatakan cinta kepada Putri.
Sekarang adalah saat yang paling tepat, karena dia sadar kalau sekarang dia tidak mengatakan, bisa saja Putri akan semakin jauh dari jangkauannya dan ditemukan cowok lain, entah siapa. Ya, dia akan mengatakannya, dia hanya mengatakannya, tidak meminta Putri menjadi kekasihnya, dia sadar diri siapa dirinya, dia hanya ingin bicara jujur. Sebelum rasa ini hambar, sebelum semuanya terlambat, ia akan mengatakannya, tak peduli Putri memiliki rasa yang sama atau tidak, tak peduli Putri akan menolaknya atau menerimanya, yang dia pedulikan adalah dinding pertahanan tempat ia menyimpan cinta untuk Putri tak bisa menahan lebih lama lagi.
Ia mengatakannya, mengatakan perasaannya saat mereka duduk berdua sambil menikmati makanan dan menikmati suasana malam hari kota kembang.
“Lo sadar nggak kak apa yang lo ucapin itu?” Putri kaget mendengar pernyataan cinta secara tiba-tiba dari Radit.
“Ia gue sadar apa yang gue ucapin.” Radit meyakinkan Putri.
“Lo kan udah punya pacar?”
“Ia, dia juga udah tau kalo gue suka sama lo.”
Putri terkejut mendengarnya, “Gila lo ya kak. Kalo gue jadi cewek lu, pasti gue udah nangis kak. Lo jangan gitu dong kak, kasihan cewek lo.”
Mendengar apa yang Putri katakan, Radit sedikit menyesal telah mengungkapkannya malam ini.
“Ya udah, anggep aja gue nggak pernah ngomong kayak gitu, anggep aja gue nggak ngomong apa-apa tadi.”
“Ya nggak bisa gitu dong kak, kan lu udah bilang.”
Malam itu, akhirnya Putri tahu kalau memang benar Radit suka dengannya. Radit sebenarnya datang di saat yang pas, saat melepaskan ketergantungan kepada kak Irfan, tapi sayang, Radit punya ikatan cinta dengan Ina.
000
Cinta itu harus diperjuangkan. Kalau memang cinta ya harus berjuang. Kalau mau mendapatkan cinta ya harus jadi pejuang. Memperjuangkan cinta adalah seni jatuh cinta.
Radit terus memperjuangkan cintanya, tak peduli Ina akan nekat datang ke Bandung sambil bawa pedang, menabuh genderang perang ataupun Putri berteriak ditengah keramaian Bandung buat menolaknya, ia akan tetap memperjuangkan apa yang ia inginkan, apa yang sekarang ia butuhkan.
Ia butuh tidak hanya sekedar cewek yang jatuh cinta padanya, ia butuh tak hanya sekedar cinta yang membuatnya tertawa, ia butuh cewek yang jatuh cinta kepadanya mengingatkannya sholat bukan hanya karena agar dianggap perhatian, tapi karena cewek itu mau Radit jadi orang yang lebih baik, ia butuh cinta yang menguatkannya saat ia tertatih dalam perjalanannya menjadi pribadi yang lebih. Ia butuh cewek yang mau menemani, ia butuh cinta yang menguatkannya.
Ia menginginkan Putri, ia membutuhkannya….
000
Putri mulai merasakan dampak perhatian Radit padanya yang ia rasa terlalu berlebihan buat cewek yang cuma berstatus teman. Putri mulai sanggup berhenti menanyakan kabar kak Irfan dalam hatinya, mulai sanggup berhenti membayangkan wajah kak Irfan saat tidur. Keinginannya untuk lepas dari kak Irfan semakin mudah dengan hadirnya perhatian Radit.
Maen sama Radit, kemana-mana diantar Radit, apa-apa dibantu Radit, tiket keretapun Radit yang belikan. Satu persatu kebaikan dan perhatian Radit membuat Putri luluh, hatinya mulai menerima kehadiran Radit, hatinya berkata “selamat datang”.
000
Cinta terkadang lucu, minta dua padahal sudah punya satu, apa tak cukup satu untuk sebuah hati? Tapi berbeda dengan cinta yang satu ini.
Radit tidak menginginkan dua, tapi dia hanya ingin satu, ia hanya ingin Putri. Hubungannya dengan Ina mulai masuk ke fase rusak untuk kedua kalinya. Kali ini Radit benar-benar malas menyelamatkannya.
Kata orang kalau pedekate lewat BBM itu cepat akrabnya, cepat terjalin tali-tali asmara. Putri dan Radit telah membuktikannya. Mereka kini jauh lebih akrab dari sebelumnya hanya karena dihubungkan sebuah benda mati pengganti pak pos dijaman dahulu. Mereka berdua mulai menceritakan kehidupan masing-masing, mulai mengerti satu sama lain, mulai tahu ketidaksempurnaan masing-masing. Dan mereka kini mulai mengakui benar-benar jatuh cinta. Walau hanya bicara dalam hati, tapi itu cukup membuat hati mereka berdua bahagia.
Cinta memang lucu, bisa datang kapanpun ia mau, bisa membuat hati jadi jungkir balik rasanya. Ah cinta….
000
Bodoh, memang terlihat ceroboh. Semua obrolan antara Radit dan Putri dibaca Ina. Perasaan Ina jauh lebih dahsyat daripada petir Bogor, jauh lebih sesak daripada macet angkot trayek Bubulak dan Laladon, jauh lebih hancur daripada tsunami jepang. Hati Ina remuk, ia lari dan menangis sejadi-jadinya.
Ina meminta hubungannya berakhir cukup disini saja, Radit mengiyakannya. Setelahnya ia buru-buru telpon Putri, menceritakan semua kronologis kejadiannya.
“Ya Allah kakak…gue ngrasa bersalah kak.” suara Putri lirih, menyesali keadaan yang terjadi.
“Udah Put, ini bukan salah lo, ini salah gue yang nyeret lu ke hubungan gue.”
“Sekarang, lo kejar dia, lo datengin kosannya, minta maaf ke dia, terus lo bilang kalo lo nyesel, lo nggak bakal hubungin gue lagi dan lo harus janji ke dia kalo lo bakal ngejauhin gue, gue nggak apa-apa kok kak.” Putri susah payah berusaha memberi solusi dan berharap Radit mau mendengarkan.
Tapi, apa yang diharapkan Putri ternyata berbeda 360 derajat.
“Udah nggak apa-apa Put, biarin gini aja.”
Jlegeer…! Putri tidak salah dengar, memang Radit sudah jenuh dengan semuanya, dan ia sekarang hanya ingin Putri yang menggandeng tangannya dan menguatkannya dalam perjalanan yang sedang ia tuju.
000
“Put, gue suka sama lo, lo mau kan jadi pendamping gue?” Radit menawarkan tempat khusus dihatinya yang telah kosong.
“Ehm…kalo lo mau jadi lebih baik lagi, mau kuliah lo bener, mau sholat, mau ngerubah kebiasaan-kebiasaan buruk lo, gue mau kak jadi pendamping lo.”
“Tapi kalo lo minta gue berubah langsung dalam selangkah, gue nggak bakal bisa Put, gue sanggup kalo selangkah demi selangkah, bertahap Put.” tawar Radit.
“Ia kak, gue juga tau nggak bisa buat berubah langsung.”
“Tapi gue juga nggak bakal sanggup kalo pas gue niat berubah tapi nggak ada temennya, gue butuh temen Put.” mata Radit menatap mata Putri, mencoba mengatakannya lebih jujur lewat tatapan mata.
“Ia kak gue mau kok nemenin lo sampek lo sanggup jadi orang yang lebih.” Putri tersenyum sambil mengenggam erat tangan Radit.
“Makasih ya Put, gue sayang sama lo.”
“Ia kak, gue juga sayang sama lo.”
Malam itu dunia seolah berhenti, alam sedang berbisik menyebarkan kabar dua sejoli yang baru saja saling mengikat tali cinta.
000
Walaupun Radit sangat jauh dari kriteria Putri, tapi ia menerima Radit karena ia melihat kebaikan Radit yang tulus, melihat potensi besar Radit untuk bisa jadi pribadi yang lebih baik.
Sekarang memang masih Putri yang mengingatkan hal-hal baik, Putri juga seolah alarm sholat bagi Radit. Diantara sela-sela ragu yang kadang mengganggu seolah ia cemburu ada anak manusia yang menjalin cinta, Putri mencoba yakin suatu saat nanti gantian Radit yang akan mengingatkan Putri, yang juga akan jadi alarm sholatnya.
Hubungan mereka masih baru, pun berasal dari hubungan sebelumnya yang porak poranda. Sebuah hubungan anak muda terlalu sesak bila diisi tiga orang, harus ada yang pergi. Konsekuensinya, siapa yang tinggal dia yang akan jadi konsumsi gosip tak mengenakkan. Putri yang menggantikan posisi Ina disaat Radit dan Ina tak lagi menjalin cinta. Apa itu salah? Radit sudah jenuh dengan Ina, mungkin baginya bukan Ina yang tak pantas untuknya, tapi dia yang tak pernah pantas untuk Ina, karena karena perjalanan yang dia inginkan Ina selalu berusaha untuk siap walau tak mampu. Radit juga tak bisa terus berbohong mencintai Ina, padahal hatinya untuk Putri. Jika dia melanjutkan hubungan dnegan Ina, ia akan menyakiti Ina lebih dalam.
Gosip-gosip murahan bak kacang rebus kala hujan beredar tanpa ada satupun yang bertanggung jawab atas kebenarannya. Putri merasa semua orang mencecar dirinya, pegangangannya hanya Tuhan, keluarga, sahabat, dan Radit, mereka semua membuatnya kuat disaat semuanya berusaha menghancurkannya.
“Sayang, udah ya nggak usah dipikirin apa kata anak-anak. Gosip itu akan tetep ada selama kita mempermasalahkannya. Udah nggak usah dipermasalahin, nanti juga ilang sendiri, cukup kita aja yang tahu berita yang benar. Mungkin mereka cuma iri sama kebahagiaan kita. Udah ya sayang, sabar ya, aku sayang kamu.” Radit mecoba menguatkan Putri lewat telpon.
“Ia sayang, makasih banyak ya, aku juga sayang kamu.” Radit tak tahu, diujung telpon Putri mengusap air matanya yang terlanjur menetes.
Radit memang pribadi yang sangat baik, ia ada saat Putri butuh dijaga, ia ada saat Putri butuh dikuatkan, ia ada saat Putri butuh cinta. Radit memang pribadi yang baik, hanya saja kebiasaannya yang buruk, Putri yakin itu semua akan berubah dengan sendirinya, karena disela doa yang ia panjatkan kepada Tuhan, ia memohon agar Radit dikuatkan, diistikomahkan, sehingga nanti benar-benar jadi pribadi yang lebih baik, pribadi yang akan menjadi pemimbimbingnya, pribadi yang juga dicintai orang sekitarnya.
Kini Putri tak ragu lagi, ia menerima Radit apa adanya, karena ia luluh dengan perjuangan Radit selama ini, yang orang lain tak pernah tahu, dan mungkin tak perlu tahu. Alasan sederhanya, karena mereka jatuh cinta.
000
3 bulan kemudian.
“Ha~lo~….” suara Putri sangat lirih dan sedikit kesal. “Siapa sih yang nelpon jam empat pagi gini, ganggu orang tidur aja!” katanya dalam hati.
“Halo yang, yang gue dari tadi nggak bisa tidur nih, eh sekarang udah mau subuh aja. Subuh jamaah yuk yang, di musholla deket kos lo yang, nanti gue jemput ya.”
Putri mencubit pipinya sendiri, ini bukan mimpi, ia sudah bangun dari tidurnya, ini benar-benar nyata, ini nyata! Air matanya menetes tanpa ia perintah, ia sangat bersyukur akhirnya Radit telah berubah, sekarang benar-benar jadi orang yang lebih baik. Kesabarannya selama ini ternyata membuahkan hasil, kerjasama tim yang sempurna antara Putri, Radit dan Tuhan. Semuanya kini nyata, dan ini karena cinta.
“Halo yang, yang kamu tidur ya? Halo….”
“Eng…enggak kok yang, ia ia entar jemput didepan kosan ya, gue siap-siap dulu. Aku sayang banget kamu.”
“Ia yang, makasih juga ya kamu nggak pernah nyerah buat aku.”
Subuh yang indah berwarna merah merona….
000
Cinta itu lucu. Mau merubah apa yang dia mau. Cinta itu lucu. Harapan bagi siapapun yang ragu. Cinta itu lucu. Tak terlihat namun bisa dirasa. Membuat banyak orang percaya apa yang tak bisa dilihat bukan berarti tak ada, hanya perlu dirasa agar tahu bahwa cinta memang nyata.
Ah cinta, andai saja aku tak perlu menunggumu lebih lama lagi cinta….


Haha….akhirnya aku berhasil ngerampungin cerpen pertama seumur hidup. Semoga kalian nggak bosan. Semoga ada manfaatnya. Oh iya, ini berdasar kisah nyata. Bukan kisahku, tapi kisah sahabatku.
Yap, cintai apa yang kita punya saat ini, sebelum kita menyesal telah kehilangan orang-orang yang mencintai kita, atau kita menyesal karena nanti kita mencintai orang yang ternyata tidak mencintai kita.
Do what you love, love what you do.
Sekali lagi makasih udah ngeluangin waktu buat baca tulisan buruk rupa ini. :)

0 komentar:

Posting Komentar

prev next