Senin, 09 Mei 2011

cerita bersambung

    Jatuh cinta bagi sebagian orang bukanlah hal yang sulit. Kenalan, tuker nomer hape, ngedate, jadian. Bisa jadi sesimple itu orang pacaran. Ada juga orang yang gonta-ganti pacar semudah mereka ganti baju tiap hari. Kesederhanaan jatuh cinta juga nggak bisa ditebak, faktor pandangan pertama, nggak sengaja ketemu, karena satu sekolah, satu kelas, satu organisasi, atau bahkan mungkin yang dulunya musuh sekarang udah nikah. Jatuh cinta emang nggak punya etika kalo bertamu, nggak pernah ngasih tahu si empunya hati kalau mau datang.
            Di sisi yang lain, jatuh cinta bukan hal yang mudah bagi sebagian orang lainnya. Selalu berbenturan dengan satu kata : RUMIT! Ya, ada orang yang sulit banget jatuh cinta, ada juga yang sulit buat orang lain nerima cintanya. Ada orang yang harus rela jadi mata-mata, menguntit tiap hari orang yang buatnya jatuh cinta, menyelidiki apapun yang dia lakukan, mencatat apapun yang dia suka, sampai akhirnya orang tersebut tahu banget detail-detail terkecil dari kehidupan orang yang dia suka. Tapi, karena terlalu lama menyelidik tanpa berani mengungkapkan perasaannya, yang dia dapat nol besar. Orang yang dia suka udah keburu diambil orang lain.
Ada yang berani mengungkapkannya, tapi ditolak. Sadisnya, dia nggak pernah berhenti buat ngejar orang yang dia suka, sampai akhirnya orang yang dia suka nyerah, bukan karena kasihan atau nggak ada pilihan lain, mungkin juga alasan itu benar, tapi mungkin juga karena dia mengakui kegigihan orang yang menyukainya. Ada orang yang beraninya hanya nitip salam, atau retronya, nyelipin surat diantara lembar-lembar buku catatan yang dia pinjem. Awalnya yang punya catatan cengar-cengir-merah-merona-tersipu-malu, tapi skenario yang berhasil cuma sampai disitu, karena lupa (atau biasanya sengaja) menulis nama pengirim. Orang yang dia sukai nggak akan pernah tahu siapa orang yang udah ngirim surat romantis itu. Ini bukan lagi jatuh cinta diam-diam, tapi jatuh cinta seorang pengecut.
Ada juga jatuh cinta yang gentleman, bersaing dengan sahabat untuk ngedapetin orang yang mereka berdua suka, konsekuensinya, salah satunya harus legowo menerima keputusan pilihan orang yang mereka suka. Bisa jadi malah bukan keduanya yang dipilih. Dan masih banyak lagi jatuh cinta yang kalo ditulis nggak akan habis-habisnya.
Bagaimanapun juga jatuh cinta butuh keberanian.
Keberanian itu yang nggak aku punya setelah putus dengan mantanku yang terakhir. Kesalahan yang aku lakukan kepadanya membuat keberanian yang aku punya jadi luntur. Keberanian jatuh cinta, keberanian pedekate, keberanian mengungkapkan rasa, keberanian mencintai dan keberanian dicintai, nggak satupun yang aku punya.
Aku bukan orang yang diberi Tuhan karunia untuk mudah dicintai dan mencintai orang yang tepat. Setelah “big bang” itu hidupku jadi berubah. Jatuh cinta jadi semacam phobia. Mungkin orang sepertiku yang udah mengecap rasa jatuh cinta, pasti selalu ingin lagi, tapi takut. Bingung? Sama….

bersambung

Salah jurusan adalah hal yang wajar…

   Salah jurusan adalah hal yang wajar…            Seperti halnya yang aku lakukan dua tahun lalu, bimbang memilih jurusan mana yang lebih cocok, akhirnya masuk dalam lingkaran yang membuat aku harus menata hidup lagi di kampus yang baru.
            Selama ini banyak yang dengan seenaknya mengatakan hal negatif atas keputusanku. Padahal mereka tak tahu apa-apa, tapi hak mereka untuk menyimpulkan apa yang mereka “sekedar” tahu. Sekarang, banyak sekali teman kuliah yang pengen banget pindah. Alasannya, karena kuliahnya berat atau memang cita-citanya bukan disini. Beberapa ikut tes lagi dengan modal “keberuntungan” atau menguji kemampuan diri sendiri, yang menurutku tindakan bodoh.
            Yang modal keberuntungan, biasanya kalau lulus tes, akan ngomong “aku lo nggak pake belajar kemarin waktu tes”. Seolah-olah dia akan lulus tes 100 kali kalau ikut 100 kali lagi. Yang menguji kemampuan diri, apa nggak sayang sama duitnya? Daripada dibuat cuma-cuma, kalaupun masuk belum tentu diambil juga kan.
            Alasan, itulah kekuatan awal yang kita temukan ditengah perjalanan untuk memicu diri melakukan sesuatu. Kalau ingin pindah, miliki niat yang kuat, jangan karena ikut teman, teman mau pindah, dapat tekanan kuliah sedikit saja sudah mengaku tidak sanggup lagi. Atau karena merasa tidak nyaman lagi, toh belum tentu ditempat yang baru akan mendapatkan tempat yang lebih nyaman. Miliki alasan yang kuat, karena ini berujung kepada pertaruhan masa depan, bukan sekedar kehilangan 150ribu, tapi akan banyak hal yang harus ditinggalkan bila nanti benar-benar pindah.
            Dulu alasan yang aku miliki cukup kuat, walaupun tindakanku terkesan nekat, tapi semua itu karena aku sudah bertekad, tekadku sudah bulat. Alasanku, karena cita-cita dan cinta. Sejak kecil aku telah memutuskan untuk menjadi dokter, dan rasa cintaku kepada bangsa yang tumbuh kembali karena bergaul dengan anak-anak IPB.
            Beruntung, tadi pagi aku mendengar dari dosen kalau sebentar lagi akan ada undang-undang yang akan menjadikan apoteker sebagai tenaga kesehatan. Kemungkinan besar, apoteker nantinya akan dikirim ke daerah pelosok, daerah yang ditinggal. Ya, bukan daerah tertinggal tapi daerah ditinggal, selama ini pemerintah salah menyebutnya. Bila memang daerah tertinggal, artinya mereka diberi kesempatan serta akomodasi yang sama dengan daerah lainnya, namun mereka tak bisa mengikuti atau memanfaatkan hal tersebut. Kenyataannya mereka tak pernah diberi pemenuhan kebutuhan yang sama, salah satunya adalah kesehatan, belum semua rakyat Indonesia bisa merasakan seperti apa peratan tenaga medis itu. Seperti yang pernah aku katakan kepada teman di IPB, keinginanku didunia kesehatan tidak muluk-muluk, aku hanya ingin memberi kesempatan yang sama kepada mereka yang selama ini memang sengaja ditinggal untuk mendapatkan pemenuhan kesehatan. Bukan karena orang kesehatan uangnya banyak, atau jurusan kesehatan itu jurusan yang terpandang, bukan karena itu. Just because I love Indonesia.
            Apa kalian juga punya alasan yang kuat untuk berjuang dalam peperangan otak dan mental besok? Semoga kalian memilikinya. Be yourself, make your dream be real. Dream, pray, and make it happen.
            Sebagai teman aku pasti mendoakan kalian mendapatkan mimpi kalian. Ya, aku pernah ada diposisi yang sama walaupun mungkin alasan yang kita miliki berbeda. Sekarang tinggal bagaimana ikhtiar masing-masing.
            Do the best, and God will take the rest.
            Oh iya, ada yang tanya, aku ikut SNMPTN lagi nggak? Ya, kita lihat aja nanti. :)

AFTER THE RAIN

AFTER THE RAIN

Bogor
20 Desember 2010
            Menunggu itu…menunggu.
            Berkali-kali lihat jam tangan, ingin tahu berapa lama waktu yang udah berlalu, baru semenit tapi serasa sejam berlalu. Jemu, kala menunggu. Semu, buat apa menunggu. Tak tentu, apa yang ditunggu tau? Apa dia tetap akan datang?
            Gua lagi nunggu. Nggak, gua nggak lagi LDR, tentunya penantian gua beda sama orang LDR. Tapi sama-sama rindu.
            Kata temen-temen, gua orang yang sabar nunggu, terlalu sabar malah. Gara-gara terlalu bodoh nunggu gua kehilangan pacar gua yang udah jalin hubungan selama lima tahun. Saat itu gua sama sekali nggak sakit hati. Bayangin aja, gimana caranya gua bisa sakit hati kalo hati gua udah bener-bener remuk, hati gua udah nggak berbentuk, udah mati rasa.
            Pacar gua kuliah di Belanda, dan gua tetep setia sama ibu pertiwi. Gua lebih milih IPB daripada tawaran bokap buat kuliah di Amrik. Dulu pas mau berangkat kita udah komitmen buat ngejalanin hubungan ini apapun yang terjadi. Gua janji, dia juga janji.
            Setahun lebih udah berhasil kita lewati tanpa masalah berarti. Jarak, beda waktu, uang, nggak bisa ngalahin hubungan gua. Tapi, ada lubang yang gede banget, gua nggak ada disana, dan dia nggak ada disini. Gua nggak bisa megang tangannya buat nenangin pas dia lagi sedih, gua cuman bisa ngelus-elus layar laptop pas dia lagi skype-an. Ribuan waktu kebuang gitu aja, tanpa ada kesempatan buat ngejalanin berdua. Gua kangen cubitannya pas gemes, dia kangen ledekan gua yang pedes, gua kangen ngapel ke rumahnya, dia kangen dibonceng matic gua, gua kangen ketawa-ketawa malem pas makan berdua, dia kangen maen hujan berdua. Gua pengen dia ada disini, dia pengen gua ada disana. Tapi nggak bisa.
            Semakin hari kita khawatir hubungan ini berakhir gitu aja. Ngejalaninnya jadi nggak seru lagi, semuanya serba dijaga, bicara, canda, curhat, semuanya ditakar, takut nyakitin. Hubungan gua jadi hambar. Lama-lama gua mikir, seolah cuman status yang sebenernya kita pertahanin, bukan hubungan cinta.
            Dia pulang, hampir setahun gua nggak ketemu. Rindu udah jauh ngelewatin everest. Tiap hari gua sempetin bolos kuliah biar bisa jalan sama cewek gua. Seminggu berlalu, dia cerita semuanya, dia nggak bisa nerusin hubungan hambar ini. Curiga, gua serang terus sama pertanyaan-pertanyaan apa ada cowok lain? Ya, dia udah selingkuh, sejak enam bulan yang lalu, sama cowok Indonesia yang juga kuliah disana. Lalu buat apa selama ini gua nunggu dia pulang? Apa buat fakta kalau dia udah nggak cinta lagi sama gua?
            Katanya, butuh waktu buat sanggup bilang ke gua. Kata gua, nggak tahu kapan gua bisa lepas dari sesak ini, karena gua nggak tahu kapan sanggup nglupain dia. Tapi, gua bakal nunggu. Nunggu waktu, keadaan, dan seseorang yang sanggup buat nglupain dia sepenuhnya. Ya, gua bakal menunggu...
            Dia balik ke Belanda, ninggalin gua nemuin cintanya. Gua balik ke rutinitas kampus, sambel warung langganan gua sekarang udah nggak kerasa enak lagi dilidah, es buah kesukaan gua juga udah nggak menggoda lagi. Hujan yang ngebuat suasana jadi romantis, sekarang bikin gua nangis.
            Setahun berlalu gua udah nyoba buka hati buat cewek lain.  Hasilnya nihil. Masih nggak bisa ngelupain mantan.
            Kadang gua mikir, mungkin sebenernya cewek gua selingkuh itu karena gua juga. Gua yang nggak bisa bahagiain dia, dia udah tumbuh jadi dewasa sementara gua masih dipenjara sifat-sifat childish. Mungkin emang gua udah nggak pantas buat dia, dan Tuhan ngirim orang yang tepat buat kebahagiaannya. Mungkin gua harus ikhlas.
            Gua mulai belajar ikhlas, tapi tetep sama, gua nggak juga punya cewek. Bukan karena nggak ada yang mau, tapi karena gua ngerasa nggak pantas. Makin ke sini, gua makin setuju sama pepatah yang bilang “orang baik bakalan dapat orang baik”. Makin gua kenal cewek yang gua suka, makin ngerasa dia terlalu baik buat orang kayak gua. Gua takut dia kecewa, takut nyakitin dia, gua takut jalanin hubungan lagi.
            Sampai suatu hari, gua mulai nggak peduli sama pepatah itu.
            Rabu, 15 September 2010, 14.30. Abis kuliah gua makan di Bara sama temen-temen kayak biasanya. Namanya juga kota hujan, hari itu Bogor hujan kayak biasanya. Abis makan gua cabut duluan. Pas buka payung, ada yang nyolek dari belakang, gua nengok. Cewek berkerudung pink, atasan putih, rok pink, speatu converse pink dengan tali warna warni dan kacamata putih. Hei, ada bidadari yang lagi main ke Bogor. Mata gua sama sekali nggak kedip.
            “Saga, lu mau kemana?”
            Kok dia tau nama gua? Eh, kayaknya gua pernah liat deh cewek ini, tapi kapan ya, siapa ya?
            “Lu mau kemana, Ga?” dia nanya lagi.
            Lamunan gua buyar. “Eh, mau ke kampus.”
            “Boleh nebeng nggak? Gua lupa bawa payung nih, kayaknya payung lu cukup buat berdua.”
            Nggak mungkin gua nolak cewek secantik dia buat sepayung sama gua.
            Gua nggak berhenti ngeliatin wajahnya, sumpah manis banget. Gua juga inget-inget, kapan gua pernah liat, dimana gua ngeliat, dan siapa dia?
            Perjalanan ke kampus rasanya cepet banget, udah sampek kortan aja, padahal gua belum puas buat mandangin wajahnya.
            “Makasih ya….”senyumnya manis banget.
            Gua jalan lagi, tiba-tiba gua inget liburan kemarin, pas gua mau ke rumah nenek di Surabaya. Damn! Apa dia cewek yang duduk samping gua pas dikereta? Gua nengok ke belakang, dia udah nggak ada. Gua coba inget-inget lagi, ya nggak salah lagi. Tapi dulu dia nggak keliatan secantik hari ini, tapi tetep manis. Siapa ya namanya?
            Bersyukur banget hari ini, dia ternyata ikut kepanitiaan yang sama. Rina namanya, anak Semarang. Gua nggak ada rencana ngejar dia, tapi gua pengen aja deket. Beberapa kali ngajak dia bicara walaupun nggak banyak yang diobrolin. Makin kenal, gua makin ngerasa nyaman, walaupun intensitas komunikasi bisa dihitung jari, tapi gua bener-bener ngerasa kalo dia itu cewek yang gua cari selama ini. Gua yakin, dia tempat berlabuh hati gua yang kosong.
            Satu, dua bulan berlalu. Nggak banyak perkembangannya. Gua pasif, dia nggak sensitif. Apa yang gua lakuin kayak ngebentur dinding tebal. Beberapa kali gua pengen nyerah aja buat dapetin perhatiannya, tapi beberapa kali dia malah yang perhatian sama gua. Gua nggak ngerti apa yang dia mau, dia nggak kayak hitungan 1+1 yang udah pasti jawabannya 2, dia susah banget ditebak.
            Kalo ketemu, gua juga bingung gimana mau mulai ngobrol, soalnya kadang dia kayak sengaja nggak lihat kalo gua ada didekatnya. Dia cuek kalo ketemu gua, malah kadang kesannya ngehindar. Dia diam, nggak banyak bicara kalo gua ajak ngobrol. Tapi gua yakin dia punya perasaan sama gua.
            Gua sekarang udah ngerasa bener-bener jatuh cinta sama dia. Akhir November, gua bilang kalo gua suka sama dia. Jawaban yang gua takutin keluar dari mulutnya.
            “Maaf, gua nggak bisa bales perasaan lu. Gua udah ada seseorang.”
            Gua cuman bisa senyum miris sambil bilang, “Iya, nggak apa-apa, gua cuman ngungkapin perasaan gua aja kok.”
            “Maaf ya….”
            “Hemh, lucu ya. Gua selalu telat buat jatuh cinta.”
            Gua pengen marah aja bawaannya hari itu. Kenapa orang lain bisa deketin dia, sementara gua nggak. Gua kalah sebelum bertanding. Nggak adil. Bodohnya, gua nggak pernah nanyain perasaannya ke gua.
            Buat pelarian galau, gua lari ke internet, nyari hal-hal baru. Ada twitter, selama ini gua nggak punya twitter, gua coba buat twitter. Selesai, gua ketik nama dia. Gua baca satu persatu twitnya sampai beberapa bulan yang lalu.
            Nyesek banget bacanya. Feeling gua emang bisa diandalin, dia dari dulu suka sama gua, cuman gua aja yang bodoh. Dia diam karena nunggu, dia cuek karena malu, dia perhatian karena rindu. Dan gua sama sekali nggak tahu hal itu. Sumpah, nyesel banget nggak buat twitter dari dulu-dulu.
            Setelah gua ngungkapin perasaan, dia kayaknya agak lebih perhatian ke gua, itu feeling gua, nggak tau kalo feeling gua salah, atau gua kegeeran. Twitnya beberapa waktu yang lalu, sikapnya yang lebih agak perhatian ke gua, ngebuat gua mutusin buat nunggu. Nunggu dia putus sama cowoknya. Gua nggak doain biar cepet putus, tapi kan kita nggak pernah tahu apa yang bakal terjadi besok.
            Seminggu berlalu, buat gua nanya apa yang gua tunggu? Dia masih sama, satu dua sms dibalas cukup antusias, sms berikutnya mulai kerasa pias, sms selanjutnya nggak pernah dibalas. Ketemu pun kadang dia kayak berusaha ngejauh. Gua iri sama orang-orang yang mudah banget bicara sama dia dengan topik ringan, becanda, ketawa bareng. Sementara gua, mau nyapa aja susah, apalagi mau ngobrol panjang lebar. Gua kayak nggak ada.
            Hal-hal itu buat gua nanya. Apa yang gua tunggu? Nothing or something?
            Biasanya gua bakal nunggu kalo gua punya dasar yang jelas. Nah ini, gua nggak tahu perasaannya saat ini. Kayaknya dia udah bahagia sama cowoknya.
            Orang yang gua tunggu itu seharusnya tau kalo ditunggu, bukan main tarik ulur, lama-lama bisa putus juga. Orang yang gua tunggu, seharusnya bisa ngebuat gua nyaman nunggu, bukan terus-terusan buat gua gelisah nggak tentu. Orang yang gua tunggu seharusnya peduli ama gua, bukan cuek dan ngehindar.
            Gua jatuh cinta kalo gua nyaman. Gua seharusnya jatuh cinta sama orang yang pengen sama gua, kayak gua yang pengen sama dia. Gua seharusnya jatuh cinta sama orang yang minta dibahagiain tapi juga ngebahagiain gua. Gua seharusnya jatuh cinta sama orang yang bilang suka sama gua pas gua juga bilang gitu.
            Gua nggak seharusnya jatuh cinta sama orang yang nyiptain ribuan tanda tanya di hidup gua. Bukankah gua jatuh cinta buat ngurangin masalah, bukan nambahin masalah? Gua nggak seharusnya jatuh cinta sama orang yang udah punya pasangan. Walaupun nggak salah, nggak dosa juga, tapi mungkin nggak sopan.
            Gua sadar, gua bukan siapa-siapa, secara fisikpun nggak ada lebih dimana-mana, sederhana. Sementara dia, cantik, pintar, baik, kehadirannya ditunggu banyak temen, kecantikannya dipuja banyak cowok. Rasanya bedanya langit sama bumi, kayak gua itu punguk, dan dia bulan.
            Sekarang gua balik percaya sama kata pepatah, “orang baik bakalan dapat orang baik”. Ternyata, gua masih belum cukup baik buat jadi sandaran cewek sebaik dia. Gua ikhlas ngelepas dia, mulai hari ini.

Aku ingin kau cinta


Aku ingin kau cinta
Kemarin, sekarang, nanti,
ataupun ketika aku dekati mati
Aku tetap percaya padamu cinta

Mungkin, Tuhan menciptkan cinta sebagai sesuatu yang sederhana, manusialah yang terlalu membuatnya rumit dengan milyaran kata.

UTS, ujian tanpa senyum, udah selesai, berarti udah bebas dari tekanan lembar jawaban. Selama UTS, FB non aktif tapi twitternya hidup, banyak twit-twit galau, yang bicara tentang cinta, patah hati dan sodara-sodaranya. Jadi pengen share tentang cinta. Ya, cinta masih ngepop dikalangan anak manusia, jadi nggak ada salahnya kalau sekarang nulis tema cinta.

Banyak jalan untuk mencintai orang yang dicintai, pilihlah jalanmu itu dan bahagiakan dia.
Banyak alasan untuk membenci orang, tapi kadang kita tak mengetahui alasan pastinya mengapa jatuh cinta.
JATUH CINTA
            Pertama, jatuh cinta adalah proses awal dari menjalin hubungan cinta.
            Jatuh cinta bagi sebagian orang bukanlah hal yang sulit. Kenalan, tuker nomer hape, ngedate, jadian. Bisa jadi sesimple itu orang pacaran. Ada juga orang yang gonta-ganti pacar semudah mereka ganti baju tiap hari. Kesederhanaan jatuh cinta juga nggak bisa ditebak, faktor pandangan pertama, nggak sengaja ketemu, karena satu sekolah, satu kelas, satu organisasi, atau bahkan mungkin yang dulunya musuh sekarang udah nikah. Jatuh cinta emang nggak punya etika kalo bertamu, nggak pernah ngasih tahu si empunya hati kalau mau datang.
            Di sisi yang lain, jatuh cinta bukan hal yang mudah bagi sebagian orang lainnya. Selalu berbenturan dengan satu kata : RUMIT! Ya, ada orang yang sulit banget jatuh cinta, ada juga yang sulit buat orang lain nerima cintanya. Ada orang yang harus rela jadi mata-mata, menguntit tiap hari orang yang buatnya jatuh cinta, menyelidiki apapun yang dia lakukan, mencatat apapun yang dia suka, sampai akhirnya orang tersebut tahu banget detail-detail terkecil dari kehidupan orang yang dia suka. Tapi, karena terlalu lama menyelidik tanpa berani mengungkapkan perasaannya, yang dia dapat nol besar. Orang yang dia suka udah keburu diambil orang lain.
Ada yang berani mengungkapkannya, tapi ditolak. Sadisnya, dia nggak pernah berhenti buat ngejar orang yang dia suka, sampai akhirnya orang yang dia suka nyerah, bukan karena kasihan atau nggak ada pilihan lain, mungkin juga alasan itu benar, tapi mungkin juga karena dia mengakui kegigihan orang yang menyukainya. Ada orang yang beraninya hanya nitip salam, atau retronya, nyelipin surat diantara lembar-lembar buku catatan yang dia pinjem. Awalnya yang punya catatan cengar-cengir-merah-merona-tersipu-malu, tapi skenario yang berhasil cuma sampai disitu, karena lupa (atau biasanya sengaja) menulis nama pengirim. Orang yang dia sukai nggak akan pernah tahu siapa orang yang udah ngirim surat romantis itu. Ini bukan lagi jatuh cinta diam-diam, tapi jatuh cinta seorang pengecut.
Ada juga jatuh cinta yang gentleman, bersaing dengan sahabat untuk ngedapetin orang yang mereka berdua suka, konsekuensinya, salah satunya harus legowo menerima keputusan pilihan orang yang mereka suka. Bisa jadi malah bukan keduanya yang dipilih.
            Bagaimanapun juga, jatuh cinta butuh keberanian, kedewasaan, juga keikhlasan.

PACARAN & PUTUS
            Banyak orang bilang pacaran itu nggak seindah pdkt-nya, saat pdkt semuanya seolah dibuat sempurna tanpa cela, sementara saat pacaran isinya bertengkar aja tiap hari. Faktanya, orang yang sanggup membuat tersenyum belum tentu sanggup jadi pacar, orang yang mampu melindungi belum tentu mampu menjadi pendamping, orang yang mampu mengerti belum tentu mampu digantungi harapan tentang cinta.
            Ada yang terburu-buru mengambil keputusan untuk pacaran, karena udah nggak betah jomblo, atau iri karena mantan udah punya gandengan. Ditengah jalan, putus karena tahu belangnya.
            Kadang aku bingung, buat apa sih kita pacaran? Untuk nyari sakit hatinya? Biar punya alasan buat nangis saat putus? Biar punya alasan maki atau cemooh orang saat emosi memuncak pas bertengkar? Biar punya musuh? Biar nyimpen dendam? Beberapa orang saat pacaran malah sering berantem, nguras emosi banget, apa seperti ini yang dia cari?
            Lucunya, kadang setelah berkali-kali disakiti, berkali-kali berantem, anak manusia masih aja keukeuh buat jalin hubungan. Atau mungkin rasa sakitnya itu yang dicari. Kadang banyak yang bilang, “aku masih cinta dia, aku nggak bisa lepas dari dia, aku nggak bisa hidup tanpanya” atau “aku tahu dia sebenarnya masih cinta aku”. Hemh…kalo ngeliat orang bicara sama tembok, jalan-jalan sendirian ditengah malam yang sepi, biasanya mereka akan dianggap gila. Kita harus memukul tembok sampai runtuh baru kita diberi celah, kita harus berteriak sekencang-kencangnya biar ada orang yang menemani malam kita. Begitu juga dengan orang yang terus saja menyakiti, kita terkadang harus “menamparnya” agar menghargai kita, kita harus “berteriak” agar dia tahu apa yang kita mau. Tapi bila tak mau seperti itu atau telah melakukan yang seperti itu tetap saja dia tak bergeming, lebih baik cari yang lain.
            Sebenarnya, kita selalu sanggup untuk menjalani hidup sendirian, lalu kenapa kita seperti orang lemah yang menjijikkan berkata, “aku nggak sanggup hidup tanpa dia”.
Diatas langit masih ada langit, jangan pernah berpikir dia adalah orang yang paling baik di dunia, jadi nggak ada lagi yang lebih baik darinya, daripada hidup dengan orang yang tidak lebih baik dari dia, lebih baik terus disakiti saja. Keledai aja nggak sebodoh ini.
Kenangan indah dengannya adalah faktor utama yang membuat kita tetap saja bertahan ditengah pahitnya cinta. Kenangan adalah masa lalu, masa lalu tak akan bisa dirubah, tak akan bisa hilang asal tak dibuang, tak mungkin diulang karena tak ada detail hidup yang sama. Artinya, walaupun nggak lagi sama dia, kenangan itu bakal tetep ada dimemori kita selama kita nggak berusaha ngebuangnya. Dan nggak usah bodoh berharap kenangan-kenangan indah seperti itu bisa terulang lagi, dia udah berubah, dan kita masih orang yang sama, atau sebaliknya, bagaimana mungkin kenangan yang sama bisa tercipta dari subjek yang berbeda.
            Seringkali hal seperti yang aku tulis diatas itu ada pada diriku sendiri. Tapi, hidup itu belajar memiliki, belajar memahami, belajar melepaskan, dan belajar untuk melangkah ke depan.
            Aku sadar, kita pacaran untuk mencari kebahagiaan, teman dalam perjalanan hidup, sandaran, dan alasan mayor lainnya.
            Pacaran itu membuka harapan, yang awalnya awut-awutan dandanannya, sekarang dandannya cakep bener karena punya pacar yang cakep juga. Yang hidupnya nggak teratur jadi lebih teratur karena ada yang peduli. Yang punya kebiasaan buruk bisa hilang kebiasaannya karena ada yang suka marah-marah. Belajar berkorban, belajar menghargai perbedaan, belajar dewasa, dan masih banyak lagi hal-hal positif yang diajarkan cinta.
            Orang pacaran juga unik, ada yang setiap hari saling nulis diary khusus dibeli selama mereka jalin hubungan. Ada yang backstreet akhirnya perjuangannya direstui ortu. Ada yang sama-sama musisi akhirnya ngelahirin karya yang hebat banget. Ada yang sama-sama aktifis akhirnya bikin gerakan yang menguntungkan masyarakat luas. Ada yang nggak pernah pake acara nembak, tapi langgeng bertahun-tahun. Ada yang pacaran malah membuat keluarga jadi lebih harmonis. Ya, cinta satu orang saja sanggup mengubah banyak hal, apalagi cinta dua orang yang tulus disatukan, pasti akan mengajarkan hal-hal positif bagi dunia.
            Dalam pacaran, biasanya ada orang yang merasa setiap kali menjalin hubungan cinta selalu aja disakiti. Itu salah besar. Itu hanya melihat secara egois, bagaimana dengan kita, apa kita nggak pernah nyakitin dia?
Bagaimana mendeskripsikan pacaran? Silahkan deskripsikan sendiri, lama nggak ngerasain soalnya, hahaha.

JOMBLO
            Jomblo punya dua kategori, jomblo niat dan jomblo nggak laku.
            Jomblo niat sendiri bisa didefinisikan dalam dua kategori, jomblo niat nggak nyari, jomblo karena trauma sama mantan.
            JOMBLO NIAT NGGAK NYARI
            Jomblo macam ini, biasanya orang-orang yang punya prinsip nggak bakal pacaran, mereka maunya pacaran abis nikah, bukan setelah cerai, tapi abis akad nikah. Ada juga jomblo kategori ini yang setia sama status jomblonya karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya, sampai-sampai dia nggak punya waktu sedikitpun buat anugerah Tuhan yang begitu indahnya, cinta.
            JOMBLO TRAUMA MANTAN
            Ada dua faktor utama yang membuat jomblo seperti ini akhirnya memutuskan berhenti dulu buat nyari pasangan. Karena telah disakiti cinta yang dulu atau sebaliknya, karena menyakiti mantan.
            Karena telah disakiti oleh cinta, akhirnya dia menyimpulkan bahwa semua jatuh cinta pasti sama. Memutuskan sendiri dan menutup diri dari orang-orang yang berusaha mencintainya. Butuh waktu lama untuk menyembuhkan trauma seperti ini. Karena rasa sakit yag dirasakan lebih kuat dari cinta yang orang lain coba tawarkan.
            Yang kedua karena menyakiti. Jujur, menyakiti itu terkadang jauh lebih menyakitkan daripada disakiti. Kalau menyesal, menyakiti itu sama saja dengan memberi sakit kepada orang lain dan diri sendiri, sumber rasa sakitnya pun berasal dari dua hal, rasa bersalah dan sesal. Untuk menyembuhkannya terkadang butuh waktu yang jauh lebih lama daripada orang yang disakiti, bahkan ada yang butuh waktu seumur hidup.
            Ada yang niat jomblo karena menyakiti mantan, butuh waktu yang lama baginya untuk pergi dari masa lalunya. Butuh waktu setahun untuk melupakan orang yang dicintai juga disakiti. Butuh waktu setahun lagi untuk menghapus rasa sesal dan bersalah. Dan mungkin butuh waktu setahun lagi untuk menjadikan dirinya pantas diamanahi cinta kembali.
            Selain itu, ada jomblo yang bukan karena nggak laku dia setia jomblo, tapi karena sadar diri. Ketika suka seseorang, dia mengejar, lalu saat udah bener-bener deket, dia tahu yang dikejar itu juga suka, tapi karena dia sadar diri, orang yang dia sukai itu terlalu baik untuk orang sepertinya, dia memutuskan untuk tidak mengungkapkan cinta. Karena orang baik akan dapat orang baik, dan dia merasa belum cukup baik untuk menjadi sandaran bagi yang dicintai.
            JOMBLO NGGAK LAKU
            Ehm…pasti udah bisa mendeskripsikan sendiri kan?

SELINGKUH
            Sampai sekarang aku nggak ngerti kenapa banyak orang milih selingkuh.
            Pernah selingkuh? Enggak? Aku pernah, kalau boleh dikatakan selingkuh sih. Tapi aku juga nggak ngerti kenapa selingkuh.
            Ceritanya begini, sebelum jadian aku deket dengan dua orang, yang akhirnya aku mesti milih salah satu. Setelah jalan dengan yang aku pilih, sebut aja si A, aku juga masih jalin komunikasi dengan si B. Si B mengakui perasaannya ke aku, tapi terlambat. Lucunya, terlambat bukan jadi alasan buat kita saling jalin hubungan. Saat aku merindukan si A, yang notabene pacar sendiri, aku juga menyimpan rindu buat si B. Aku nggak pernah punya pikiran bakal selingkuh dan menyakiti si A, tapi aku berniat bisa membahagiakan keduanya, tapi prioritasku si A. Ternyata nggak bisa. Semuanya berjalan begitu saja, dan tiba-tiba semua orang berteriak selingkuh. Entahlah.
            Manusia memang lucu, udah punya satu, masih aja mencoba mencari yang kedua.
            Bila satu hati saja kita nggak bisa jamin bisa bahagiakan orang yang kita cinta, apalagi bila harus membaginya dengan orang lain.
            Entahlah, kenapa orang itu selingkuh? Apa karena bisikan setan? Setan iri manusia bisa menikmati kebahagiaan cinta sementara dirinya dikutuk disana.

Cinta…diam dan manusia menggerakkannya
Cinta…karenanya manusia melihat lebih jelas
Cinta…karenanya manusia mendengar lebih peka
Cinta…
Cinta…
Cinta…
Milyaran kata membuatnya terlihat megah
Bagaimana bila ternyata Tuhan menciptakannya sebagai sosok sederhana
Karena kesederhanannya itulah dia istimewa, dipuja, dan menjadi rebutan
Cinta…tak pernah salah memilih manusia
Manusia yang salah mengartikan
Cinta…tak pernah datang diwaktu yang salah
Manusia yang egois mengacuhkannya
Cinta…

WAKTU TERUS SAJA BERLALU


Waktu terus saja berlalu.
Aku tahu itu, aku sadar akan hal itu, tapi aku tak pernah mengerti artinya, sama sekali tak mengerti. Apa bila aku diam, mimpi-mimpi yang selama ini aku inginkan akan terwujud? Mimpi itu masa depan, bila aku diam dan terus menunggu waktu berlalu hingga masa depan datang, apa dengan sendirinya mimpi akan terwujud?
Esok dan kemarin bukanlah hal yang nyata, banyak orang berpendapat seperti itu, benarkah? Apa itu berarti masa depanku adalah maya? Lalu untuk apa aku terus menunggu, untuk sesuatu yang orang bilang tak ada! Bagaimana dengan masa laluku? Bila ia bukan hal yang nyata, mengapa ia terus saja memberi dampak sampai hari ini dalam hidupku? Apa karena aku yang tetap hidup dalam masa lalu? Jadi bukan salah waktu yang terus saja berlari kencang tanpa sekalipun aku pernah terbawa ke dimensi hari ini, apalagi dimensi masa depan. Apa ini sama artinya dengan “AKU HIDUP DALAM DUNIA IMAJI”?!
24 jam, waktu selalu memberi kesempatan yang sama pada hari senin, selasa, atau hari apapun. Walaupun kesempatan yang diberikan sama, tapi detailnya pasti berbeda, karena setiap hari kita tidak berinteraksi dengan orang yang sama, tema yang sama, doa yang sama, makanan yang sama, faktor lainnya adalah karena hidup kita juga ditentukan apa yang dilakukan orang lain.
Aku tahu, detail setiap kesempatan itu berbeda, tapi tetap saja aku melakukan hal yang sama, mengacuhkan kesempatan, menyia-nyiakan waktu, dan membiarkan hari itu aku tidak memiliki peran yang membahagiakan orang.
Akhir dari setiap mimpi yang kugantungkan adalah tidur dikosan. Tanpa melakukan apa-apa. Ada waktu dimana aku merasa, sadar, dan mengerti bahwa waktu tak cukup banyak untuk membuat mimpi-mimpi besarku terwujud. Bodoh memang aku, sisa dari waktu yang aku sia-siakan hanya aku gunakan untung merenung, merencanakan mimpi yang lainnya, apa gunanya hebatnya pikiran tanpa tindakan nyata.
Aku adalah penghayal yang cukup handal tapi sedikitpun tak ada pribadi pemimpi dalam diriku. Dan bila malas digaji, pasti aku sudah jadi orang terkaya didunia.
Ada orang bijak yang bilang, hidup yang tidak bersemangat itu karena tak memiliki cinta, cinta yang menjadi passion, cinta yang menjadi bahan bakar, cinta yang menjadi kaki untuk bergerak selelah apapun jiwa dan fisik.
            Ada benarnya, dua tahun yang lalu karena mencintai seorang wanita, berusaha membuktikan bahwa aku bukan orang yang bodoh, setiap hari aku belajar mati-matian untuk bisa lolos seleksi perguruan tinggi negeri, tiga dari lima tes berhasil aku atasi, karena cinta. Tahun berikutnya, demi cintaku ke teman-temanku yang telah mendukung selama ini, aku kembali belajar mati-matian, sendirian, untuk menembus seleksi perguruan tinggi negeri lagi. Aku berhasil kembali, karena cinta.
            Merasa sepi dan sendiri bukan karena tak ada yang menemani tapi karena tak ada cinta yang mengisi hati.
prev next